What If I Let You Go?

Love is deaf, you can't just tell someone you love them, you have to show it 
 “4… 3… 2… 1! Iyesss” Misa menghitung mundur seraya melihat pemandangan air mancur tepat di hadapannya. “Tepat jam 10. Ahhh malam yang cantik”

“Sayangnya…” Perlahan senyumnya memudar dan berganti dengan wajah keruhnya. “Babo Chorom” dengus kesal pada dirinya.

Misa melangkah gontai meninggalkan taman yang selalu ia datangi tepat di hari jadi nya dengan junho. Sesaat lamunannya kembali mengingatkannya pada junho, sekuat apapun dia mengelak tapi tetap saja ingatan itu datang.

Langkahnya terhenti melihat kedai ramen yang memang tidak terlalu jauh dari taman itu. Kedai itu juga salah satu tempat favoritnya dengan junho.

‘Ok, Ini yang terakhir, setelah itu jangan pernah datang ketempat ini lagi.’ Janjinya dalam hati.

30 menit kemudian misa sudah duduk dan menghabiskan ramennya, dia menyesal telah membuat janji pada dirinya sendiri “Haaahh bagaimana aku bisa mendapatkan ramen seenak ini di tempat lain? Coba beritahu akuuuuu.” Ucapnya dalam 'Bahasa' sehingga tidak ada yang memahami ucapannya.

“Coba main ke negara ku.” Balas seorang stranger dari balik kursinya.

Misa menoleh kaget melihat orang di belakangnya, “Hah.. Kazuya!! Kau sudah kembali dari jepang?” tanya-nya bersemangat yang langsung pindah duduk ke sebelah kazuya.

“Kau sedang apa disini?”

“Main Game.” jawabnya singkat

“Ahh kau ini, iyah iyah aku tau itu pertanyaan bod..” ucapnya yang langsung terpotong melihat tangan kazuya yang memperlihatkan game di handphone. “Ooohhh aku kira kau becanda” balasnya tak paham dengan kelakuan temannya itu. Setengah hidupnya tersita oleh game.

“Kau kapan pulang?” tanya misa lagi.

“Tadi pagi”

“Waahh.. pantas aja euncha tidak bisa aku hubungi hari ini, ternyata dia sibuk menyambutmu” simpul misa singkat yang sukses menghentikan kazuya bermain game-nya.

“Euncha belum tahu kalo aku pulang hari ini.”

Misa terdiam sesaat mendengar jawaban kazuya yang bahkan tak ada ekspresi di wajahnya. Dia ingin bertanya kenapa tapi dia cukup paham dengan jawaban kazuya saat ini. Dia tidak ingin berpikir yang aneh-aneh tentang kekasih sahabatnya itu.

“Kazuya… apa sebelumnya kau pernah terpikir bagaimana rasanya kehilangan euncha?” tanya misa yang berusaha menghapus prasangka buruknya pada kazuya.

“Engg, tidak” geleng kazuya cepat.

“Aku juga, aku tidak pernah berpikir sebelumnya, bagaimana rasanya kehilangan junho, bagaimana jika junho pergi meninggalkan aku.”

Kazuya tertawa kecil melirik misa, “apa kau sekarang sedang curhat?”

Misa mendengus kesal, kali ini rasanya dia ingin menenggelamkan wajah kazuya dalam mangkuk ramen panas di depannya. Misa heran bagaimana euncha bisa sesabar itu menghadapi laki-laki yang ada didepannya sekarang ini.

“Ok – Ok, aku siap mendengar ceritamu.” Kali ini kazuya benar-benar menghentikan game-nya dan memasukkan handphone nya ke dalam saku.

Misa menghela napas panjang, “Tidak usah, aku juga ingin pulang.” Balasnya seraya berdiri meninggalkan kazuya.

“Kau juga ingin tahu kan keadaan junho sekarang? Duduklah, aku bertemu dengannya di jepang kemarin lusa.” Ungkap kazuya yang sukses membangkitkan rasa penasaran misa.

“Kau.. bertemu dengannya?” tanya misa yang kembali duduk.

Kali ini kazuya tertawa melihat ekspresi misa, “Hahahah.. kau masih merindukannya?” tanyannya heran. “apa kau tidak membenci nya?”

“Tentu saja aku membencinya”

“Lalu?”

Misa mengangkat bahu-nya yang menandakan dia juga tidah paham, “Jika mencintai-nya itu menyulitkan, lalu kenapa melupakannya jauh lebih sulit.”

“Melupakan orang yang sudah membuat kita nyaman memang lebih sulit daripada orang yang kita cintai.” Ucap kazuya menanggapinya.

Misa mengangguk setuju, “Aku akan lebih senang mendengar kabar dia yang terpuruk daripada mengetahui dia baik baik saja saat ini.”

Kazuya tersenyum mendengar pernyataan misa yang sangat jujur, “Aku lihat dia baik baik saja, sebelum aku menyinggung tentangmu.”

“Benarkah? Apa wanitanya yang sekarang lebih cantik dariku? Apa dia jauh lebih baik dariku?”

“Hahaha… apa kau berpikir junho hanya memilih wanita karena dia cantik dan baik?”

Misa tertegun sebentar, “Kau benar, pasti wanita itu tidak secerewet aku.”

Kali ini kazuya terdiam mendengar jawaban misa, ingatannya kembali pada percakapannya dengan junho kemarin lusa. Saat junho yang terus menerus penasaran dengan keadaan misa.

‘Jadi sekarang kau mulai merindukan misa?’

‘Yang aku tahu, aku tidak pernah merasa bosan dengannya’ sanggah junho cepat.

‘kenapa baru sekarang? Bukan harusnya kau senang, tidak ada lagi yang menganggu-mu bermain, pulang malam, mencerewetimu, menuntutmu ini itu.’ tanya kazuya penasaran

‘Justru sebaliknya, selama ini aku terlihat cuek pada misa, karena aku sudah merasa tenang jika dia ada di sisiku dengan dia yang tetap ada untuk mengkhawatirkanku. Jadi aku tidak pernah berpikir sekalipun, bagaimana rasanya kehilangan misa.' jawab junho mengakui-nya.

“Heh! Kau dengar aku tidak?” sahut misa seraya mengibaskan tangannya di wajah kazuya. “Kenapa kau malah melamun??”

Kazuya memandang misa sekilas yang menandakan kalau dia sedang mendengarkannya “Kau tidak ingin menemui junho?” tanya-nya spontan

“Buat apa lagi aku menemuinya?”

“Lalu kenapa kau menunggunya?”

“Aku tidak menunggunya.” Bantah misa sedikit kesal.

“Jika kau tidak menunggunya, Pastinya kau sudah akan bersama laki-laki lain saat ini.”

“Aa.. itu.. karena aku tidak mau salah memilih lagi, lagipula aku tidak mau menjadi piala bergilir, yang dengan mudah bergan – “

“Itu karena kau masih mencintainya,” potong kazuya cepat. “Kau sulit melupakannya itu bukan karena kau membencinya, tapi karena kau masih sangat mencintai-nya. Dan kau tidak akan pernah bisa mencintai orang lain karena kau sendiri sudah tidak memiliki hati. Kau sudah memberikan seluruh hatimu pada junho. Sekarang, ambil kembali hatimu dan pergilah, berikan pada laki-laki yang memang pantas memiliki hatimu.”

Misa termenung mendengar jawaban yang sekaligus menjadi nasihat untuknya.

“Jika dia memang merasa pantas untukmu, maka dia akan kembali menemuimu, berjuang untukmu.” Lanjut kazuya.

“Kazuya.. Jika kau ada di posisi junho, dan aku adalah euncha. Apa yang akan kau lakukan?”

“Aku? Hmm sebisaku, aku tidak akan membiarkan ada laki-laki lain menjadi sainganku.” Jawab kazuya mantap, “Love will never dies as natural death. It dies because we don’t know how to replenish its source. It dies because dishonesty, boredom and betrayals. It dies because they don't know how to survive and solving any problem in their relationship.”

Misa menganga mendengar ucapan kazuya, “Waaah… kereeen.” Kagumnya, walaupun dia sendiri kurang paham apa maksudnya.

No comments:

Powered by Blogger.